TIRULAH IMAN MEREKA | TIMOTIUS
”Anak yang Kukasihi dan Setia dalam Tuan”
TIMOTIUS mulai berjalan menjauh dari rumah. Matanya menatap ke depan. Dia dan teman-teman seperjalanannya melewati daerah yang dikenal baik olehnya. Di belakang mereka adalah kota Listra yang ada di atas bukit yang rendah di dasar lembah. Timotius tersenyum saat dia mengingat ibu dan neneknya yang sedih, tapi tetap tersenyum bangga melepas kepergiannya. Haruskah dia menengok dan melambai untuk terakhir kalinya?
Sesekali rasul Paulus melihat Timotius dan tersenyum untuk menguatkannya. Dia tahu Timotius agak pemalu, tapi dia senang melihat semangat anak muda ini. Waktu itu, Timotius masih muda mungkin berumur antara 18 sampai 23 tahun. Dia sangat menghormati dan menyayangi Paulus. Timotius ikut bersama pria yang setia dan bersemangat ini meskipun dia harus pergi jauh dari rumah. Mereka akan berjalan kaki, naik kapal, dan menghadapi banyak bahaya di jalan. Timotius bahkan tidak tahu apakah dia bisa pulang ke rumahnya lagi.
Apa yang membuat anak muda ini mau menjalani hidup seperti itu? Untuk apa dia sampai mau berkorban seperti itu? Bagaimana iman Timotius memengaruhi kita?
”SEJAK MASA BAYI”
Mari kita lihat apa yang terjadi di kota Listra dua atau tiga tahun sebelumnya. Kota itu kemungkinan besar adalah kampung halaman Timotius. Itu kota kecil di lembah terpencil yang banyak sungainya. Orang-orang di sana mungkin mengerti bahasa Yunani, tapi mereka masih menggunakan bahasa Likaonia. Suatu hari, kota yang sunyi itu menjadi heboh. Dua misionaris Kristen, rasul Paulus dan teman seperjalanannya, Barnabas, tiba dari Ikonium, kota yang lebih besar dekat Listra. Saat mereka menyampaikan kabar baik kepada orang banyak, Paulus melihat pria lumpuh yang sangat beriman. Jadi, Paulus melakukan mukjizat untuk menyembuhkan pria itu!—Kisah 14:5-10.
Banyak orang Listra percaya dengan cerita rakyat tentang para dewa yang menyamar menjadi manusia dan datang ke wilayah itu. Jadi, mereka mengira Paulus itu Hermes dan Barnabas itu Zeus! Dua orang Kristen yang rendah hati ini sulit menahan orang-orang agar tidak mempersembahkan korban kepada mereka.—Kisah 14:11-18.
Tapi, beberapa orang Listra tidak berpikir begitu. Mereka yakin bahwa mukjizat luar biasa itu dilakukan oleh orang biasa yang membawa berita bagus untuk mereka. Contohnya, Eunike, wanita Yahudi yang menikahi pria Yunani yang tidak percaya, * dan Lois, ibunya. Mereka mendengarkan Paulus dan Barnabas dengan serius dan penuh semangat. Inilah berita yang ditunggu-tunggu orang Yahudi yang setia. Berita bahwa Mesias sudah datang untuk menggenapi banyak nubuat tentang dirinya yang ada dalam Tulisan Kudus!
Bayangkan bagaimana kunjungan Paulus memengaruhi Timotius. Dia sudah diajar ”sejak bayi” untuk menyukai Kitab-Kitab Ibrani. (2 Timotius 3:15) Seperti ibu dan neneknya, dia bisa melihat bahwa apa yang disampaikan Paulus dan Barnabas tentang Mesias itu benar. Dan, coba pikirkan pria lumpuh yang Paulus sembuhkan. Sejak kecil, Timotius mungkin sering melihat pria itu di jalanan kota Listra. Dan sekarang, dia melihat pria itu berjalan untuk pertama kalinya! Tidak heran jika Eunike, Lois, dan Timotius menjadi orang Kristen. Sekarang pun, orang tua serta kakek-nenek bisa belajar banyak dari Lois dan Eunike. Bisakah Anda menjadi contoh yang bagus bagi anak muda?
”MELALUI BANYAK KESENGSARAAN”
Mereka yang menjadi murid Kristen di Listra pasti senang mengetahui harapan yang tersedia bagi pengikut Kristus. Tapi, mereka juga belajar bahwa mereka perlu berkorban untuk menjadi murid Kristus. Orang-orang Yahudi yang fanatik dari Ikonium dan Antiokhia menghasut penduduk Listra untuk memusuhi Paulus dan Barnabas. Tak lama kemudian, sekelompok orang datang dan melempari Paulus dengan batu. Setelah berulang kali dipukuli, dia jatuh ke tanah. Mereka menyeret Paulus ke luar kota itu karena mengira dia sudah mati.—Kisah 14:19.
Tapi, para murid di Listra menghampiri Paulus. Mereka sangat senang saat melihat Paulus bergerak, bangun, dan dengan berani kembali ke Listra! Besoknya, dia dan Barnabas pergi ke Derbe untuk memberitakan kabar baik lagi. Setelah membuat murid-murid baru di sana, mereka kembali lagi ke Listra meskipun tahu itu bahaya. Untuk apa? Untuk ”menguatkan jiwa murid-murid” dan ”menganjurkan mereka untuk tetap dalam iman”. Timotius yang masih muda kagum mendengarkan pengajaran Paulus dan Barnabas. Mereka mengajarkan bahwa orang Kristen memang harus menderita. Tapi, itu tidak sia-sia karena ada harapan menakjubkan di masa depan. Mereka berkata, ”Kita harus masuk ke dalam kerajaan Allah melalui banyak kesengsaraan.”—Kisah 14:20-22.
Timotius melihat bahwa Paulus memang berani menghadapi banyak kesengsaraan agar bisa memberitakan kabar baik kepada orang lain. Jadi, Timotius tahu jika dia meniru Paulus, orang-orang di Listra, termasuk ayahnya sendiri, akan memusuhinya. Tapi, itu tidak membuat Timotius mengubah keputusannya untuk melayani Allah. Banyak anak muda sekarang seperti Timotius. Mereka mencari teman-teman yang punya iman yang kuat. Teman seperti ini bisa mendukung dan menguatkan mereka. Dan, mereka tidak membiarkan cobaan apa pun membuat mereka berhenti melayani Allah yang benar!
”DIA DILAPORKAN BAIK OLEH SAUDARA-SAUDARA”
Seperti yang sudah disebutkan, Paulus datang lagi mungkin sekitar dua atau tiga tahun kemudian bersama Silas. Keluarga Timotius senang saat Paulus dan Silas tiba. Paulus juga pasti senang. Dia bisa melihat hasil dari pengajarannya dulu di Listra. Paulus memuji wanita Kristen yang setia di sana, seperti Lois dan Eunike, putrinya, yang memiliki ”iman tanpa kemunafikan”. (2 Timotius 1:5) Dan, bagaimana dengan Timotius?
Dibanding kunjungannya yang terakhir, Paulus melihat Timotius sudah membuat kemajuan rohani yang sangat bagus. Timotius ”dilaporkan baik oleh saudara-saudara” di Listra dan juga Ikonium, yang jaraknya sekitar 32 kilometer ke timur laut. (Kisah 16:2) Bagaimana dia bisa punya reputasi seperti itu?
Timotius diajar ”sejak bayi” oleh ibu dan neneknya tentang ”tulisan-tulisan kudus”. Ini termasuk nasihat yang cocok untuk anak muda. (2 Timotius 3:15) Misalnya, ”Ingatlah Penciptamu yang Agung pada hari-hari masa mudamu.” (Pengkhotbah 12:1) Kata-kata itu lebih memengaruhi Timotius setelah dia menjadi Kristen. Dia tahu bahwa salah satu cara terbaik untuk mengingat Penciptanya adalah dengan memberitakan kabar baik tentang Putra Allah, Kristus. Perlahan-lahan Timotius belajar mengatasi sifat pemalunya dan bisa berani menyampaikan kabar baik tentang Yesus Kristus.
Para pria yang mengambil pimpinan di sidang jemaat melihat kemajuan Timotius. Mereka tersentuh sewaktu melihat Timotius menganjurkan dan menguatkan anggota sidang. Yang lebih penting, Yehuwa melihat Timotius. Allah memberikan beberapa nubuat tentangnya. Ini mungkin ada hubungannya dengan pelayanan dia di banyak sidang. Saat Paulus berkunjung, dia melihat Timotius bisa menjadi rekan yang baik dalam perjalanannya sebagai misionaris. Saudara-saudara di Listra juga setuju. Jadi, mereka meletakkan tangan ke atas Timotius. Ini menunjukkan bahwa dia telah dipilih untuk melakukan tugas istimewa bagi Allah Yehuwa.—1 Timotius 1:18; 4:14.
Kita yakin Timotius pasti sangat senang dan tetap rendah hati sewaktu menerima tanggung jawab dan kepercayaan yang besar ini. Dia siap untuk pergi. * Tapi, bagaimana reaksi ayah Timotius, yang bukan Kristen, tentang tugas baru putranya ini? Dia mungkin punya rencana yang sangat berbeda untuk masa depan putranya. Bagaimana dengan nenek dan ibu Timotius? Apakah mereka bangga padahal sebenarnya khawatir akan keselamatan anak muda ini? Bisa saja.
Yang pasti Timotius tetap pergi. Seperti yang sudah disebutkan, dia memulai perjalanannya bersama rasul Paulus. Ketika meninggalkan Listra, setiap kerikil dan rumput yang dia injak membuat dia semakin jauh dari rumah. Setelah seharian berjalan, tiga pria ini sampai di Ikonium. Timotius mulai melihat caranya Paulus dan Silas menyampaikan petunjuk terbaru dari badan pimpinan di Yerusalem. Dia juga melihat bagaimana mereka menguatkan iman orang-orang yang percaya di Ikonium. (Kisah 16:4, 5) Tapi, ini baru awalnya.
Setelah mengunjungi sidang-sidang di Galatia, para misionaris ini meninggalkan jalan utama yang dibangun oleh orang Romawi. Lalu, mereka berjalan ratusan kilometer melintasi dataran tinggi Frigia yang luas, ke arah utara lalu ke barat. Sesuai petunjuk dari roh kudus Allah, mereka pergi ke Troas, lalu naik kapal ke Makedonia. (Kisah 16:6-12) Di sana, Paulus melihat bahwa Timotius bisa diandalkan. Paulus bisa meninggalkan Timotius untuk menemani Silas di Berea. (Kisah 17:14) Dia bahkan mengutus pria muda ini sendirian ke Tesalonika. Di sana, Timotius melakukan apa yang sudah dia pelajari dan dia menguatkan orang Kristen yang setia di sana.—1 Tesalonika 3:1-3.
Filipi 2:20) Reputasi ini tidak didapatkan begitu saja. Timotius punya reputasi seperti ini karena dia bekerja keras, melayani dengan rendah hati, dan setia menanggung cobaan yang sulit. Sungguh contoh yang sangat bagus untuk anak muda sekarang! Ingatlah bahwa kamu sendiri yang menentukan reputasimu. Jika kamu masih muda, kamu punya kesempatan bagus untuk membuat reputasi yang baik. Caranya adalah dengan mendahulukan Allah Yehuwa dalam kehidupanmu, serta memperlakukan orang lain dengan baik dan hormat.
Paulus belakangan menulis tentang Timotius, ”Tidak ada orang lain padaku yang memiliki watak seperti dia yang dengan tulus akan memperhatikan hal-hal mengenai kamu.” (”UPAYAKANLAH SEBISA-BISANYA UNTUK DATANG KEPADAKU”
Selama kira-kira 14 tahun, Timotius menghabiskan banyak waktu bekerja sama dengan rasul Paulus, sahabatnya. Bersama Paulus, dia menghadapi banyak bahaya, tapi juga mendapatkan banyak sukacita. (2 Korintus 11:24-27) Timotius bahkan pernah dipenjara karena imannya. (Ibrani 13:23) Seperti Paulus, dia juga sangat mengasihi dan peduli kepada saudara-saudari Kristen. Paulus menulis, ”Aku mengingat air matamu.” (2 Timotius 1:4) Seperti Paulus, tampaknya Timotius juga belajar untuk ’menangis bersama orang yang menangis’. Dia memahami perasaan mereka sehingga dia lebih mudah menganjurkan dan menghibur mereka. (Roma 12:15) Semoga kita juga belajar untuk melakukan hal yang sama!
Tidak heran, Timotius akhirnya menjadi pengawas Kristen yang luar biasa. Paulus memberinya tanggung jawab untuk mengunjungi sidang-sidang agar bisa menguatkan dan menganjurkan mereka. Dia juga dipercaya untuk melantik pria-pria yang layak menjadi penatua dan hamba pelayanan di sidang.—1 Timotius 5:22.
Paulus sangat mengasihi Timotius. Dia memberi banyak saran yang berguna dan nasihat seperti dari seorang ayah kepada anaknya. Dia mengingatkan Timotius untuk memperhatikan kerohaniannya dan terus membuat kemajuan. (1 Timotius 4:15, 16) Dia menganjurkan Timotius agar tidak pernah membiarkan umurnya yang masih muda dan mungkin sifat pemalunya membuat dia ragu untuk melakukan apa yang benar. (1 Timotius 1:3; 4:6, 7, 11, 12) Paulus bahkan memberinya nasihat tentang cara mengatasi penyakit yang sering dialaminya, mungkin penyakit lambung.—1 Timotius 5:23.
Paulus tahu bahwa dia akan segera dihukum mati. Dia mengirim satu surat terakhir kepada Timotius. Dalam suratnya, ada kata-kata yang menyentuh hati ini, ”Upayakanlah sebisa-bisanya untuk segera datang kepadaku.” (2 Timotius 4:9) Paulus sangat mengasihi Timotius. Dia menyebutnya ”anak yang kukasihi dan setia dalam Tuan”. (1 Korintus 4:17) Tidak heran, dia ingin bersama sahabatnya ini pada akhir kehidupannya! Kita bisa memikirkan, ’Apakah sewaktu orang lain punya masalah, mereka mencari saya untuk mendapat penghiburan?’
Apakah Timotius sempat bertemu Paulus sebelum dia dihukum mati? Kita tidak tahu. Yang pasti, Timotius selalu berupaya sebisa-bisanya untuk menghibur dan menganjurkan Paulus, serta orang lain. Timotius hidup sesuai dengan arti namanya, yaitu ”Orang yang Menghormati Allah”. Dia memberikan contoh iman yang luar biasa untuk ditiru oleh kita semua, baik tua maupun muda.
^ par. 9 Lihat ”Tahukah Anda?” dalam edisi ini
^ par. 20 Timotius bahkan rela untuk disunat seperti yang Paulus minta. Orang Kristen tidak wajib melakukan ini. Tapi, Paulus tidak ingin memberi orang-orang Yahudi yang akan mereka kabari alasan untuk menolak Timotius yang ayahnya adalah orang non-Yahudi.—Kisah 16:3.