Langsung ke konten

Langsung ke daftar isi

Seperti Apa Kemiskinan yang Parah Itu?

Seperti Apa Kemiskinan yang Parah Itu?

Seperti Apa Kemiskinan yang Parah Itu?

KEMISKINAN yang parah mengancam kehidupan. Orang yang mengalaminya tidak punya cukup makanan, air, dan bahan bakar, juga tidak mendapat tempat tinggal, perawatan kesehatan, dan pendidikan yang memadai. Kemiskinan demikian menimpa satu miliar orang, kira-kira empat kali jumlah penduduk di seluruh Indonesia. Namun, kebanyakan orang di negeri-negeri makmur, misalnya Eropa Barat dan Amerika Utara, tidak pernah tahu seperti apa kemiskinan yang parah itu. Jadi sekarang, mari kita temui beberapa orang yang mengalaminya.

Mbarushimana tinggal di Rwanda, Afrika, bersama istri dan lima anaknya. Anak keenam meninggal akibat malaria. Ia mengatakan, ”Tanah yang saya warisi begitu kecil sehingga saya dan keluarga harus pindah ke kota. Saya dan istri bekerja sebagai kuli angkut batu dan pasir. Tempat tinggal kami tidak ada jendelanya. Kami mengambil air dari sumur di kantor polisi. Kami biasanya makan sekali sehari, tapi kalau tidak ada pekerjaan, kami tidak makan. Kalau sudah begitu, saya keluar dari rumah—saya tidak tahan mendengar anak-anak menangis minta makan.”

Victor dan Carmen adalah tukang sol sepatu. Mereka bersama lima anak tinggal di sebuah kota terpencil di Bolivia. Mereka menyewa satu kamar di sebuah bangunan reyot yang atapnya bocor, dan tidak ada listrik. Agar putrinya bisa bersekolah, Victor harus membuatkan bangku untuk dia karena tidak ada tempat duduk lagi di kelas. Suami istri ini harus berjalan sepuluh kilometer guna mengambil kayu bakar untuk merebus air dan memasak. ”Tidak ada WC,” kata Carmen, ”jadi, kami harus pergi ke sungai, yang juga digunakan untuk mandi dan buang sampah. Anak-anak sering sakit.”

Francisco dan Ilídia tinggal di pedesaan di Mozambik. Mereka punya lima anak yang masih kecil; yang satu sudah meninggal akibat malaria karena rumah sakit menolak mengobatinya. Suami istri ini memiliki sebidang ladang kecil yang ditanami padi dan ubi, cukup untuk makanan selama tiga bulan. Francisco mengatakan, ”Tapi kadang-kadang, tidak ada hujan atau hasil ladang dicuri, maka saya mencari sedikit uang tambahan dengan memotong bambu dan menjualnya. Kami juga mencari kayu bakar dengan berjalan dua jam ke hutan. Saya dan istri masing-masing memikul satu ikat, yang satu untuk dipakai sendiri selama seminggu dan yang satu lagi untuk dijual.”

Banyak orang merasa bahwa ada sesuatu yang sangat tidak beres dan tidak adil jika 1 dari 7 orang di dunia ini hidup seperti Mbarushimana, Victor, dan Francisco, sedangkan miliaran orang lainnya menikmati kemakmuran yang luar biasa. Sehubungan dengan hal ini, beberapa orang sudah mencoba berbuat sesuatu. Artikel berikut membahas berbagai upaya dan harapan mereka.

[Gambar di hlm. 2, 3]

Carmen bersama dua anaknya, mengambil air dari sungai